Thursday, August 19, 2010

Mengukir Rindu

Posted by FRISTHYA PRATIWI at 8/19/2010 08:09:00 PM 4 comments
Aku duduk di halaman kosan yang sengaja aku gelapkan, diam dan tertunduk. Aku lemah malam ini, hatiku sakit malam ini, mataku merintih, sakit, sakit SEKALI!
Sahabatku bertanya, “Ngapain malam-malam ditempat sesunyi ini..?”
Dengan sedikit picingan mata ku jawab, “Semedi..”
Tak ada yang dia lakukan setelah mendengar jawabanku selain tertawa. Dongkol ada dalam hati, tapi ku buang, terlalu sakit rasanya bila harus melepas amarah saat hati ini sedang berdarah. Ku lanjutkan lamunan demi lamunan tentang setahun silam. Rindu ini berkecamuk sejak dua bulan lalu, lama tak lihat wajahnya. Gelisah? Sudah pasti rasa itu ada..
Fasilitas modern yang aku gunakan, tak cukup mengobati rasa kehilangan ini, kecuali kembali dan memeluknya erat..!
“Lagi rindu berat kelihatannya?” tanyanya kemudian.
Deheman kecilku ditanggapinya dingin, dia pasti tau perasaan ini bagaimana. Dia sahabatku sejak duduk di Sekolah Menengah Pertama dulu, sahabat lama yang pasti mengerti isi hati sahabatnya.
“Lebaran nantikan bisaa...? Kenapa harus meratap gini? Ga baik, Sahabaatt..” dipeluknya aku erat. Mencoba menenangkan, walau sedikit efeknya terasa.
***

Kuliah mulai masih sebulan lagi, “AKU INGIN PULANG...” doaku tiap malam saat bersembah sujud pada Tuhan ku yang segala Maha, Allah swt.

“I need you boo,
I gotta see you boo,
and the hearts all over the world tonight,
said the hearts all over the world tonight...”


Handphone-ku berdering, nada spesial untuk orang spesial.. haha kadang aku tertawa mengingat kelakuanku sendiri yang sering tidak jelas.
Kalau kata pepatah sih ya, “Pucuk dicinta, ulampun tiba.” Sudah ku tunggu sejak bangun tidur, setibanya mata hampir mengatup baru dia menelponku. Mata yang terasa lekat seperti lem altecho yang mengering di jari-jari tangan, sekarang melebar dengan sendirinya. Ceria sekali wajahku saat ini... Semakin lama nada dering itu semakin kencang, aku tersadar seketika. Kalau dia nelpon atau sms harus segera diangkat dan dibalas. Jika tidak, mulutnya akan panjaaangg, sepanjang tol Bandung – Jakarta kemudian balik lagi Jakarta - Bandung.
“Assalamu’alaikum?” salamnya membuka pembicaraan yang tiba-tiba menjadi sedikit kikuk.
“Wa’alaikumsalam” jawabku sedikit menahan perasaan rindu ini. Aku tak pernah ingin dia tau apa yang aku rasakan, tertutup, begitulah aku adanya.
“Gimana keadaan Bandung? Hujan ga?”
Ini nih yang membuatku kesal, yang ditanyain malah keadaan Bandung. Kemarin malah tetangga aku namanya siapa yang dia tanya. Huh! Cemburu pada hal tak penting. Heum...
“Baik, ini lagi hujan deras.”
“Dingin dong yaa? Trus keadaan kamu gimana? Ga sakitkan?” Kali ini senyumku terkembang, bagai layar kapal penyamun yang siap berlayar. Diperhatikan juga akhirnya...
“He eh... Sedikit demam aja.” Jawabku masih dengan senyuman, walau tak terlihat.
“Ciee... demam mala-rindu pasti nih sama aku. Ngaku?”
“Huuuu... pede banget..!”
Tiga jam sudah aku berkutat dengan handphone di tangan yang lalu kuletak di telinga, dari posisi awal tiduran, menghadap kanan-kiri-kanan-kiri lalu kanan lagi, kemudian duduk-berdiri-duduk lalu berdiri lagi, ku lakukan dengan senang hati..
“tut…tut…tutt..” jaringan terputus, aku pikir gangguan, tapi ternyata…

“maap y plsanya abis..
bsk aq tlpon lg, met tdur..
jgn lupa sahur ya? Malam, Wass.. : )”


Beberapa kalimat dari sms itu menutup malam ini bagai mimpi indah. Ah, semakin ingin cepat pulang…
***

Aku masih terbilang baru disini, dulu aku ke kota ini hanya sekedar berlibur bersama keluarga besar dan untuk mengunjungi kakak lelakiku yang kebetulan kuliah disini, di Kota Kembang, Bandung. Membayangkan untuk tinggal, hidup, dan jauh dari orang tua seperti ini saja tidak pernah aku lakukan.
“Jalan yuk..?” ajak Metha, sahabat karibku, yang sama-sama melanjutkan studi disini, dengan Universitas yang sama denganku. Tetapi dia lebih memilih jurusan yang mengarah ke masyarakat, suatu keinginan sosialisasi yang besar. Dan itu, berbanding terbalik pada sifatku yang lebih memilih untuk selalu berdiam diri dan berkutat dengan laptop kesayanganku.
“Kamu tau kita mesti naik angkot apa?” tanyaku kemudian, dan dia hanya menggeleng. “Gimana mau jalan, Metha? Modal nekat lagi? Aku ga mau ya kalau harus nyasar seperti kemarin-kemarin?”
Ini warning terakhir untuknya. Sudah lima kali aku mengikuti kata-katanya, dan hasilnya selalu salah. Nyasar ke Lapangan Bola Siliwangi-lah, ke Setiabudi-lah, bahkan baru-baru ini aku dan dia nyasar ke daerah Lembang! Jadi, judul jalan-jalan kami saat itu bukan Mall, bukan Tangkuban Perahu dan bukan Kebon Binatang, melainkan ‘Perjalanan Panjang ke Daerah Horor’, suatu tempat yang tak pernah kami kunjungi sebelumnya.
“Untungnya kalian ga nyasar ke Garut, bisa dijadiin dodol kalian berdua nanti..” celetuk kakak lelakiku yang super duper menyebalkan, setelah itu dia tertawa terbahak-bahak hingga terbatuk. Kali aja ada lalat tuh yang ikutan tersedot oleh napasnya tadi. Hahaha… Hampir saja kepalanya aku toyor, tapi ga sopan walau kakak sendiri.
Niat jalan-jalan hanya akan berhasil kalau kakakku yg semata wayang itu mau nganterin sampai ketempat tujuan, dan menjemput lagi jika kami bosen muter-muter. Rayuan kematianpun dimulai, si Metha bahkan menjanjikan untuk mencucikan bajunya selama seminggu, dan aku hanya bisa menawarkan jasa memasak makanan untuk sahur dan berbuka plus beres-beres kosan yang berbentuk rumah sederhana ini. Mendengar itu, matanya pun berbinar-binar. Dasar pamrih! Huh! Whatever deh, yang penting jalan-jalan. Hahaha…
“Ya sudah, ambil kunci mobilnya. Cepat, sebelum kakakmu yang ganteng ini berubah pikiran…” ucapnya sambil menaik-turunkan alis lebatnya itu.
“Yakin akan berubah pikiran? Kalau dengan tawaran semewah itu aku rasa ga mungkin…” balas Metha sedikit berbisik kearahku.
“Heh, anak kecil, jangan dikira aku ga denger yaa..”
Bletak!
Metha kaget, sampe ngejatuhin remote tv segala. Aku tertawa melihat kelakuan mereka. Si Metha yang kagetan akhirnya bicara juga, pada perang deh tuh mereka berdua. Masyaallah…
Sekarang hanya mereka berdua yang mampu menghibur hatiku yang gundah gulana. Sedikit demi sedikit aku mampu meredam perasaanku sendiri. Keinginan untuk pulangpun tak lagi ada dalam doaku. Aku hanya berdoa, semoga Allah melindungi dia dan hatinya untukku. Jadi, aku tak perlu khawatir dengan apa yang akan dia lakukan. Karna Allah yang segala Maha, akan selalu menjaga dan mengawasinya.
***

“Fis, kapan pulang ke Batam? Kangen nih dah lama ga ngumpul. Kalau aja kamu disini, pasti kita udah ngabuburid bareng deh kayak dulu..”
“Dek, mulai liburnya kapan? Pokoknya lebaran nanti kamu dan Indra harus pulang! Bantuin mama buat kue ya…”
“Ndut, udah kurusan belom? Gimana puasanya?”
“Bii, cepet pulang ya, jangan lupa oleh-oleh untuk aku.”
Ah, pertanyaan-pertanyaan itu yang selalu mampu buatku menangis. Terharu rasanya kalau ada yang merindukanku seperti itu. Ada Fita, teman sebangku saat duduk dikelas dua belas. Ada papa dan mama yang selalu merindukan anak-anaknya. Ada Mila teman karibku dimasa SMP dan tentunya Fendi, lelaki spesial yang selalu ada ditempat teratas dihati dan disetiap doa malamku, tentunya setelah keluargaku.
“Sudaaahh, ga usah dipikirin yang jauh disana…” ucap Metha setelah selesai mengunyah santapan berbukanya yang terakhir, masakanku. Aku hanya sempat meliriknya sedikit, kemudian dia melanjutkan ocehannya lagi.
“Kalau jodoh ga bakalan lari kok, kalau memang harus lari juga, ya sudah sih yaa, disini juga banyak…” dia diam sebentar, “tinggal cari lagi, kalau kata teteh-teteh di Pasar Baru tuh ya gini nih ‘dipilih…dipiliiiihhh…’ hahaha” tambahnya.
Ntah mengapa, lelucon yang dia buat dan yang begitu sederhana itu mampu menonjok ulu hatiku hingga sedikit perih. Yaa, kalau tak bisa bertahan mungkin harus aku lepas…

“Jalanku masih panjang bila harus terus aku lalui dengan bersedih,
rindu ini akan tetap terukir untukmu…
Jika diizinkan,
biarlah tetap begini…”


Aku mengetik itu dengan sepenuh hati, kemudian aku posting disebuah jejaring sosial, twitter. Lalu ku klik sign out, menutup mata dan berdoa sebelum aku tertidur.

“Aku menunggumu dalam mimpi indahku malam ini.
Hadirilah, karena aku berharap.
amin…”

Free Ty Cursors at www.totallyfreecursors.com
 

FRISTHYA PRATIWI Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting