Monday, April 16, 2012

LALU...? (7)

Posted by FRISTHYA PRATIWI at 4/16/2012 11:43:00 AM
Beberapa bulan ini, Fazzy sudah jarang menghubungi Belia. Pernah, tapi hanya lewat bbm saja.
"Apa kabar, Bell? Sedang apa?" Bbm Fazzy, tapi sama sekali tak ingin dibalas oleh Belia. "Kamu kenapa? Sudah hampir setengah tahun tak mengabariku dan tak membalas bbmku. Aku tau telponmu tidak kamu ganti. Hanya nomornya saja yang kamu ganti. Ya kan? Aku ada salah?" Bbm dari Fazzy lagi.
"Tidak. Sedang tak ingin." Hanya itu yang dikirim oleh Belia dan cukup.

"Aku harap kamu mencintaiku bukan karena kasian atau kesepian dan butuh teman saja, Zieg.." Batin Belia. "Maaf, aku bukan ingin membalas dendam atas sakit dan waktuku yang terbuang olehmu. Aku hanya mau kamu sadar, hatiku perlu dihargai." Ucapnya lagi pada dirinya sendiri, sambil mengelap air matanya yang mengalir, membasahi pipi kotor bekas elusan tangan tunangan wanita lain, beberapa bulan yang lalu itu.

"Aku ingin bertemu malam ini. Ditempat biasa. Harus bisa. Aku tunggu sampai kamu datang." Bbm Fazzy lagi kemudian.
"Aku sudah ada janji. Maaf."
"Tolong, kali ini saja. Aku butuh kamu."
"Zieg, maaf..."
"Akan tetap aku tunggu" Bbm yang terakhir dari Fazzy membuat Belia bimbang. Janjinya dengan Ruddi sudah sejak seminggu yang lalu. Ya, menemani lelaki manis itu dan adik usilnya yang baru saja datang dari Jerman untuk liburan. Menemani mereka menjelajahi tempat yang belum pernah mereka temui di Jerman. Mereka sudah merencanakan untuk menginap dan melanjutkan perjalanan ketika subuh terbit. Mungkin seminggu.

"Rudd, maaf perjalanannya bisa ditunda sampai besok siang? Aku ada urusan sedikit..." Telpon Belia pada Ruddi. Tepat setelah dia berpikir bahwa mungkin Fazzy memang benar-benar membutuhkannya.
"Kita sih tergantung Fremdenführer aja, Bell.." Jawabnya sambil sedikit tertawa. Meyakinkan kalau permintaannya tidak ditolak.
"Danke"
"Bitte, Bell.."

Pukul 8 malam.
Belia turun dari mobil Ruddi. Belia meminta Ruddi menemaninya saat bertemu dengan Fazzy malam itu. Tersirat raut kaget pada wajah Fazzy. Dia bertanya-tanya siapa lelaki yang datang bersama Belia itu.
"Emmm... Sepertinya aku tunggu di mobil aja deh, Bell..." Pamit Ruddi pada Belia yang agak tidak enak bercampur takut, kalau-kalau ada pernyataan cinta malam itu. Pernyataan yang akan disusul duluan oleh lelaki yang belum pernah dia kenal itu sama sekali.
"Ih... Di mobil? Disini saja.. Oh ya, Zy, ini Ruddi. Rudd, ini Fazzy. Dia teman lama aku waktu sekolah dulu... Kenalan dulu dong, mungkin kalian bisa jadi sahabat.." Ujar Belia, disambut jabat tangan dari mereka berdua.
"Oh.. Hai..." Ucap mereka bersamaan.
"Kamu ada perlu apa ingin bertemu aku malam ini?" Tanya Belia pada Fazzy kemudian. Sebenarnya niat Belia mengajak Ruddi ke Fazzy adalah sekedar ingin menunjukkan padanya sebuah alasan agar Fazzy tidak lagi mendekatinya, mengajaknya keluar, atau sekedar mengirim bbm di tengah malam. Ya, menunjukkan bahwa sudah ada lelaki lain yang mampu masuk ke kehidupannya.
"Eh, maaf telpon aku getar. Kayanya dari Carla. Aku permisi ya..." Alasan Ruddi agar tidak mengganggu pernyataan Fazzy ke Belia malam itu. Ruddi memilih pergi kemudian kembali ke mobil dan mengangkat telpon adiknya disana.

"Cie yang sudah punya penggantiku. Sepertinya dia lama tinggal di luar negeri ya?" Selidik Fazzy.
"Jangan sok tau kalau kamu tidak tau persis keadaannya. Iya, dia baru setahun kembali lagi kesini."
"Kenapa marah sih? Aku hanya bertanya..." Jawab Fazzy sambil merogoh isi tasnya. Mencari sesuatu. "Ini untuk kamu... Aku harap kamu masih ingat kejadian empat tahun yang lalu di tempat ini, sebelum Frizka kembali ke kehidupan aku dan sebelum lelaki bernama Ruddi itu hadir di kehidupan kamu." Kemudian ada helaan nafas panjang pada keduanya. Ada rasa yang sama-sama tak tersampaikan. Rasa ingin memulai semuanya dari awal. Rasa saling cemburu. Rasa yang sama sekali tak mereka inginkan untuk muncul. Rasa ingin saling memiliki (kembali) barang kali.

"Tapi kita bukan lagi sepasang kekasih yang merayakan anniversary setiap tahun kan? Bahkan aku sudah tak lagi pantas memiliki senyum dan jabat tanganmu, Zy.."
"Kenapa Zy? Kenapa bukan Zieg?"
"Karena sudah tidak pantas. Ayolah, kamu mencintainya, tunanganmu. Bukan aku. Jangan memberiku harapan lagi untuk terus mencintaimu. Cintai saja dia. Jangan aku."
"Tapi..."
"Tapi apa? Tapi kamu sudah mulai mencintaiku? Kamu terlambat. Kamu kemana saja selama ini? Kamu tinggalkan aku demi dia. Kamu biarkan aku terus mencintaimu dan menunggumu berharap suatu hari kalian pisah dan kita bisa kembali lagi. Tidak Zy. Tidak lagi. Aku lelah." Air mata Belia kemudian tumpah. Semua rasa yang berkecamuk dan dia simpan sendiri itu terluap begitu saja. Satu kata yang dia rasakan saat itu. Lega.
"Maafkan aku, Bell... Aku tak tau apa yang kamu rasa selama ini. Aku tak tau kamu masih menyimpan rasa itu. Tapi rasa bersalahku muncul menjadi sayang ke kamu. Aku hampir berhasil mengatakannya padamu, tapi kamu selalu saja menggagalkannya dan membiarkan aku terus dengan rasa bersalah ini..."

"Dulu, waktu aku meninggalkanmu ke Jerman, dan mengadakan pameran lukisan disana, lalu lukisan wajahmu hampir dibeli orang, aku berontak, Zy.. Aku berontak! Tak ada yang bisa memilikimu selain aku, walaupun itu hanya lukisan! Karena itu aku kembali ke Indonesia. Tapi semakin kesini, aku sadar, ternyata aku salah. Aku yang tak akan bisa memilikimu, karena kamu sudah dimiliki. Maka, jika aku terus berharap, selain hatiku yang sakit, aku juga telah berdosa mengharapkan tunangan wanita lain."
"Tapi kamu mau kan terima kotak kecil ini? Ayolah, anggap saja ini kado awal jadian kita dulu. Empat tahun yang lalu di tempat ini. Kado yang dulu belum sempat aku berikan ke kamu."
"Sudah tidak lagi pantas, Zy.. Berikan saja pada tunanganmu. Dia pasti akan bahagia."
"Aku sedang serius, Bell.. Jangan bawa-bawa tunanganku jika aku sedang berbicara denganmu. Aku tau kamu sendiri terluka saat mengucapkannya. Terimalah..." Pinta Fazzy pada Belia.
"Zy, tapi aku tak ingin.... Jika aku terima, itu sama saja dengan aku mendukung kamu menduakan hatimu dari tunanganmu ke aku. Aku tak ingin ada yang disakiti disini..."
"Anggap saja ini kado dari sahabatmu. Bukan mantan kekasihmu ataupun tunangan orang lain... Atau aku akan nekat, memutuskan pertunanganku demi bisa memberimu kado ini, lalu memilikimu lagi?"
"Kenapa kamu begitu menyebalkan, ZIEG!!!" Akhirnya Belia menyerah. Dia membuka telapak tangannya, tanda menerima kado itu. Fazzy yang merasa menang dengan ancamannya akan memutuskan tunangannya itupun tersenyum lebar. Ya. Belia tidak mau ada yang tersakiti. Karena dengan menerima kado itu, Fazzy tidak akan berniat lagi untuk meninggalkan tunangannya. Frizka.

Belia berniat meninggalkan Fazzy setelah menerima kotak kecil itu. Tapi Fazzy menahannya.
"Lalu, kamu tidak memberiku hadiah? Atau kamu lupa hari ini hari apa di empat tahun yang lalu?" Tanya Fazzy. Belia hanya tersenyum, masih duduk di bangku, sebelahan dengan Fazzy.
"Utangku tinggal satu kan?" Belia mendekatkan wajahnya, lalu mencium lembut pipi Fazzy. "Pulanglah, sudah malam. Waktumu telah habis... Utangku telah lunas.." Dia tersenyum manis. Kemudian berlalu meninggalkan Fazzy yang juga masih tersenyum.

0 comments:


Free Ty Cursors at www.totallyfreecursors.com
 

FRISTHYA PRATIWI Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting